RSS
Buku adalah gudang ilmu. Membaca adalah kuncinya.

Kisah sukses Yuyun , sang pemilik pernak-pernikku

                  Beberapa tahun lalu, Yuyun Belmont gemetaran menghitung jutaan rupiah keuntungan yang diraup dari penjualan produk di satu pameran nasional. Gemetar tadi dianggapnya wajar, tidak pernah terpikir buah kerja kerasnya akan semanis itu.
Pemilik usaha kerajinan keramik dan batik dengan label Pernak Pernikku ini awalnya cuma memiliki modal nekat terjun sebagai pengusaha pada 2003. Dia pikir kalau tidak nekat usaha, dia dan suami tidak akan bisa bertahan memenuhi kebutuhan hidup.
"Bayangkan, kami saat itu menunggak membayar listrik tiga bulan. Kondisi yang saya alami saat itu sangat buruk."
Yuyun dan Belmont suaminya memang sempat menjadi korban permainan nasib. Setelah memutuskan mengundurkan diri dari Jessica Advertising, Yuyun pikir masih aman mengandalkan pemasukan dari suami.
                  Beberapa bulan kemudian, suami yang dinikahinya sejak 2002 itu terlibat masalah di perusahaan garmen tempatnya bekerja. Terpaksa Belmont memilih keluar dari perusahaan tadi.
Pasangan suami istri ini lantas cukup bingung bagaimana menambal sulam kantong. Yuyun sempat menjajakan pakaian dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya.
Namun, tidak berapa lama dia ganti haluan, karena menjajakan pakaian tidak menghasilkan keuntungan lumayan. Yuyun pun kembali putar otak mencari bidang bisnis baru.
Kecintaan Yuyun pada keramik membawanya kepada jodoh di bidang usaha. Ada satu merek produk kerajinan keramik yang amat dia senangi.
                Maklum bisa dibilang dia penggila beragam produk yang berbahan keramik. Mulai tempat sabun, pajangan hingga aksesori ruangan yang terbuat dari keramik.
Berangkat dari sekadar hobi, Yuyun berniat menjual produk tadi di
Jakarta. Dia lantas menelusuri dari mana asal keramik favorit tadi.
Singkat kata dia menemukan pabrik itu di pinggiran Yogyakarta, label yang diusung Takaca. Dia mulai bolak-balik aktif mengambil barang di Yogyakarta untuk dijual di Jakarta.
Pasangan muda itu harus merelakan mobil sedan keluaran 1990 yang dimiliki seharga Rp50 juta untuk dijadikan modal usaha. Salah satunya untuk menyewa kios di ITC Mal Ambasador seharga Rp21 juta.

             Awalnya kios mungil tadi mulai menjual kerajinan keramik berbagai fungsi dalam jumlah sedikit, pembelinya juga sangat minim. Transaksi penjualan juga tidak banyak, hanya membukukan Rp50.000-Rp100.000 per hari.
Nyalinya cukup besar untuk menyewa kios di Ambasador yang terhitung relatif mahal. Bukan sembarang alasan, ternyata lokasi tersebut dinilai memudahkan untuk menjaring bule yang disasarnya. "Saya pikir bule kan banyak tinggal dan berkantor di kawasan Mega Kuningan, dekat Ambasador."
Orang asing sengaja dibidik menjadi pembeli utama karena biasanya mereka membeli hiasan rumah etnik berbahan keramik. Mereka juga kerap membeli keramik untuk oleh-oleh saat mudik ke kampung halaman.
Sedikit demi sedikit dia mulai menikmati usahanya. Jerih payahnya pun bertahap membuahkan hasil yang mencengangkan. Setahun lalu dia bisa meraup keuntungan Rp125 juta per bulan. Keuntungan per bulan merangkak naik menjadi Rp200 juta pada tahun ini.
Dengan nada polos dia bilang tidak menyangka dan kadang masih gemetaran menghitung hasil kerja keras tadi. Semua terbayar, lanjutnya. Dia ingat bagaimana dulu memaksakan ikut pameran sebangsa Ina Craft yang ongkos sewa stannya dinilai agak berat. Akan tetapi dari situ dia mulai mendapatkan pesanan ekspor ke sejumlah negara seperti Libanon, Malaysia, Australia, dan Eropa. "Kebanyakan pembeli asing memesan dalam partai besar untuk dijual kembali atau memasok hotel."
                Beberapa tahun lalu, Yuyun Belmont gemetaran menghitung jutaan rupiah keuntungan yang diraup dari penjualan produk di satu pameran nasional. Gemetar tadi dianggapnya wajar, tidak pernah terpikir buah kerja kerasnya akan semanis itu.
Pemilik usaha kerajinan keramik dan batik dengan label Pernak Pernikku ini awalnya cuma memiliki modal nekat terjun sebagai pengusaha pada 2003. Dia pikir kalau tidak nekat usaha, dia dan suami tidak akan bisa bertahan memenuhi kebutuhan hidup.
"Bayangkan, kami saat itu menunggak membayar listrik tiga bulan. Kondisi yang saya alami saat itu sangat buruk."
Yuyun dan Belmont suaminya memang sempat menjadi korban permainan nasib. Setelah memutuskan mengundurkan diri dari Jessica Advertising, Yuyun pikir masih aman mengandalkan pemasukan dari suami.
               Beberapa bulan kemudian, suami yang dinikahinya sejak 2002 itu terlibat masalah di perusahaan garmen tempatnya bekerja. Terpaksa Belmont memilih keluar dari perusahaan tadi.
Pasangan suami istri ini lantas cukup bingung bagaimana menambal sulam kantong. Yuyun sempat menjajakan pakaian dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya.
Namun, tidak berapa lama dia ganti haluan, karena menjajakan pakaian tidak menghasilkan keuntungan lumayan. Yuyun pun kembali putar otak mencari bidang bisnis baru.
Kecintaan Yuyun pada keramik membawanya kepada jodoh di bidang usaha. Ada satu merek produk kerajinan keramik yang amat dia senangi.
Maklum bisa dibilang dia penggila beragam produk yang berbahan keramik. Mulai tempat sabun, pajangan hingga aksesori ruangan yang terbuat dari keramik.
                Berangkat dari sekadar hobi, Yuyun berniat menjual produk tadi di Jakarta. Dia lantas menelusuri dari mana asal keramik favorit tadi.
Singkat kata dia menemukan pabrik itu di pinggiran Yogyakarta, label yang diusung Takaca. Dia mulai bolak-balik aktif mengambil barang di Yogyakarta untuk dijual di Jakarta.
Pasangan muda itu harus merelakan mobil sedan keluaran 1990 yang dimiliki seharga Rp50 juta untuk dijadikan modal usaha. Salah satunya untuk menyewa kios di ITC Mal Ambasador seharga Rp21 juta.
                 Awalnya kios mungil tadi mulai menjual kerajinan keramik berbagai fungsi dalam jumlah sedikit, pembelinya juga sangat minim. Transaksi penjualan juga tidak banyak, hanya membukukan Rp50.000-Rp100.000 per hari.
Nyalinya cukup besar untuk menyewa kios di Ambasador yang terhitung relatif mahal. Bukan sembarang alasan, ternyata lokasi tersebut dinilai memudahkan untuk menjaring bule yang disasarnya. "Saya pikir bule kan banyak tinggal dan berkantor di kawasan Mega Kuningan, dekat Ambasador."
Orang asing sengaja dibidik menjadi pembeli utama karena biasanya mereka membeli hiasan rumah etnik berbahan keramik. Mereka juga kerap membeli keramik untuk oleh-oleh saat mudik ke kampung halaman.
Sedikit demi sedikit dia mulai menikmati usahanya. Jerih payahnya pun bertahap membuahkan hasil yang mencengangkan. Setahun lalu dia bisa meraup keuntungan Rp125 juta per bulan. Keuntungan per bulan merangkak naik menjadi Rp200 juta pada tahun ini.
                      Dengan nada polos dia bilang tidak menyangka dan kadang masih gemetaran menghitung hasil kerja keras tadi. Semua terbayar, lanjutnya. Dia ingat bagaimana dulu memaksakan ikut pameran sebangsa Ina Craft yang ongkos sewa stannya dinilai agak berat. Akan tetapi dari situ dia mulai mendapatkan pesanan ekspor ke sejumlah negara seperti Libanon, Malaysia, Australia, dan Eropa. "Kebanyakan pembeli asing memesan dalam partai besar untuk dijual kembali atau memasok hotel."
Dahulu, keuntungan yang didapatkan tidak melulu langsung dinikmati. Beberapa kali dia harus gonta-ganti mobil. Saat membutuhkan dana segar, mobil pun dilego.
                 Setelah mendapatkan keuntungan yang cukup besar dia membeli mobil lagi, begitu seterusnya, hingga merasakan balik modal pada tahun ketiga. Dia pun memberanikan membuka pabrik sendiri dan mempekerjakan puluhan orang tenaga di bidang produksi dan distribusi. Perempuan mungil berkerudung ini sedikit banyak terbantu latar belakang keilmuan yang pernah diterima di bangku perkuliahan.
Lulusan jurusan akuntansi Universitas Trisakti, Jakarta ini, kerap mengurus pembukuan dan hitung-hitugan perusahaan sendiri. Selebihnya, dia menjalani dengan otodidak sambil bertanya kanan kiri.
Kunci sukses berbisnis menurut perempuan berkulit putih ini, selain menyenangi bidang yang digeluti juga dibutuhkan keseriusan dan totalitas dalam menjalankan usaha.
Jeli melihat peluang usaha juga jadi kunci sukses. Dia menambahkan poin penting lain yakni dalam berusaha harus sabar dan jujur. Pembeli ditempatkannya sebagai teman. Pribadinya yang hangat merupakan modal besar membuat deretan panjang pelanggan.
Artis Andi Meriam Mattalata saja bisa digaetnya menjadi pelanggan setia. Keduanya kini berkawan akrab dan intens berkomunikasi, padahal awalnya dipertemukan sebagai penjual dan pembeli. "Sebisa mungkin silaturahmi tidak berhenti selepas transaksi terjadi," tutur Yuyun. 

Sumber: Ciputra entrepreneurship




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar